
Semua orang tentunya semakin bertambah umur, namun apakah tingkat kematangan emosi kita juga ikut berkembang? Terkadang, secara tidak disadari, kita masih menunjukkan tindakan yang serupa dengan anak-anak. Mungkin kita berpikir bahwa kita sudah matang hanya karena telah mencapai tahapan hidup seperti memiliki pekerjaan ataupun membentuk sebuah keluarga.
Tetapi, perkembangan emosional? Itulah merupakan suatu tantangan tersendiri. Kematangan dari segi emosi tidak bermaksud untuk meninggalkan kesenangan masa anak-anak, tetapi lebih kepada bagaimana kita bisa mengatur perasaan serta memberikan respon pada orang lain dengan metode yang positif dan matang. Ironisnya, beberapa tindakan malahan dapat menjadikan seseorang terperangkap dalam kondisi seperti masih menjadi seorang anak secara psikologis.
Dilansir dari laman Parent From Heart Berikut adalah tujuh tingkah laku umum yang sering kali terlihat pada individu yang secara tidak disadari masih mempertahankan sifat-sifat anak-anak meskipun sudah dewasa. Ayo kita teliti ciri-cirinya di dalam diri kita sendiri agar dapat berkembang menjadi lebih matang secara emosi seperti yang kita inginkan.
1. Gemar Mengecam orang lain
Salah satu tanda pertama dari ketidakdewasaan emosional adalah kebiasaan menyalahkan orang lain. Semakin bertambah usia, idealnya kita belajar untuk bertanggung jawab atas kesalahan sendiri itu bagian dari menjadi dewasa. Namun, mereka yang masih kekanak-kanakan secara emosional sering kali sulit untuk melakukan hal ini.
Lebih baik bagi mereka untuk menyalahkan pihak lain ketimbangan mengakuinya sendiri. Mengepalai dampak dari kesalahan dirasakan menjadi beban yang besar oleh mereka. Sebenarnya, pengakuan akan kekeliruan tersebut sangatlah diperlukan supaya proses pembelajaran dan pertumbuhan dapat berjalan dengan optimal.
2. Kesulitan Berempati
Kemampuan berempati merupakan inti dari tingkat kematangan emosi seseorang. Hal tersebut mencerminkan daya saing kita dalam mengerti perasaan manusia di sekitar dan memberikan respons yang bijaksana. Akan tetapi, individu yang belum melepaskan dirinya dari pola pikir anak-anak biasanya akan mendapati tantangan pada aspek ini. Kekurangan rasa belas kasihan dapat menjadikan interaksi sosial menjadi dangkal serta menantang bagi pembentukan ikatan batin yang erat.
3. Sulit Mengendalikan Emosi
Menyusun perasaan merupakan elemen utama dalam pertumbuhan emosi. Orang-orang yang belum matang secara emosional cenderung kesulitan untuk mempertahankan stabilitas suasana hati. Saat bergembira, mereka bisa menjadi sangat bersemangat dan saat merasa sedih, mereka dapat jatuh hancur seperti seluruh alam semesta telah runtuh di atas bahu mereka. Studi pun menyebutkan bahwa kapabilitas mengendalikan emosi berkaitan kuat dengan kondisi tubuh kita.
Orang-orang yang merasakan kesulitan dalam mengontrol perasaan mereka cenderung memiliki risiko tinggi untuk menderita beberapa jenis penyakit, termasuk masalah pada jantung dan kencing manis. Kehidupan memang selalu bergejolak naik turun. Mengatasi ini dengan sikap tenang merupakan elemen vital bagi perkembangan kedewasaan kita di segi emosi.
4. Membutuhkan Validasi Terus-Menerus
Sebagai kita semakin tua, kita harus mulai mengembangkan kepercayaan diri dari dalam diri kita sendiri. Akan tetapi, individu yang belum matang secara emosional masih sangat mengejar validasi dari lingkungan di sekitar mereka. Mereka selalu mencari puji-pujian, kritik memuji, ataupun persetujuan untuk merasa bernilai dan penting.
Tidak apa-apa untuk sekadar menikmati pujian sesekali, tetapi jika perasaan percaya dirimu selalu tergantung pada pendapat oranglain, berarti kamu belum menciptakan dasar kepercayaan diri yang baik. Menyadari pola pikir seperti ini dapat membantu sebagai permulaan dalam mengembangkan harga diri yang kokoh dari dalam.
5. Menghindari Percakapan Sulit
Percakapan sulit adalah bagian dari kehidupan. Entah itu menyelesaikan konflik di tempat kerja, membicarakan masalah pribadi, atau berdiskusi dengan keluarga, semua itu penting untuk menjaga hubungan yang sehat. Namun, bagi yang belum matang secara emosional, percakapan semacam ini terasa menakutkan.
Mereka lebih memilih untuk melewatkan, bergantung pada harapan bahwa masalah tersebut akan lenyap dengan sendirinya. Berhadapan dengan diskusi yang menantang dengan keteguhan hati merupakan sebuah bagian dari proses menjadi orang dewasa.
6. Sulit Berkompromi
Kehidupan dipenuhi oleh pengorbanan. Kematangan datang bersama pemahaman bahwa kita tak akan pernah dapat meraih setiap apa yang diharapkan. Sementara itu, mereka yang belum melepaskan sifat kanak-kanaknya cenderung kesulitan menghadapi kenyataan tersebut. Mereka menuntut semuanya harus sejalan dengan kemauannya sendiri dan melupakan pertimbangan atas keperluan orang lain.
Menjadi sulit berdamai mengindikasikan kegagalan dalam memahami bahwa kehidupan tidak selalu tentang kemenangan atau kekalahan, tetapi lebih pada mencari titik temu. Mengembangkan kemampuan berdamai merupakan suatu ketrampilan vital dalam proses matang secara emosi.
7. Bertindak Secara Impulsif
Berperilaku spontan merupakan suatu fenomena umum bagi anak-anak. Namun saat usia mereka meningkat, kami mengasah kemampuan untuk merenung sejenak sebelum melakukan sesuatu. Ironisnya, individu yang belum sepenuhnya matang dari segi emosi kerap kali menerbitkan keputusan dengan cepat dan lalai akan dampaknya.
Inisiatif ini dapat menciptakan tantangan di banyak area hidup, termasuk dalam pergaulan, karier, serta perkembangan diri. Pola perilaku tersebut menggambarkan bahwa individu tersebut belum benar-benar memperoleh keterampilan untuk membuat keputusan dengan bijak dan hati-hati. (*)
Komentar
Posting Komentar