
, Jakarta - Mochammad Afzal Iftikharus Sadat Ramadhan mahasiswa Prodi Sistem Informasi di Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga Unair ), terpilih sebagai salah satu peserta Global Youth Innovation Summit yang digelar di Singapura dan Malaysia dari hasil inovasi minyak jelantah .
Sering dipanggil Afzal, dia dan timnya sukses mendapatkan posisi kedua dalam kompetisi kategori proyek video SDGs berfokus pada isu lingkungan. Mereka memperkenalkan inovasi bernama "Oil Chemy", yaitu prototype perangkat yang menampung minyak goreng bekas menggunakan sistem scan kode batang untuk koleksi poin, serta membantu mengatasi persoalan sampah dari sisa minyak yang belum memiliki aturan nasional tertentu terkait hal tersebut.
"Jika memiliki peluang, mengapa tidak mencobanya? Terkadang kita terlalu banyak memikirkannya dan khawatir akan gagal, padahal usaha adalah langkah awal untuk merubah sesuatu," ungkap Afzal dalam pesan tertulis pada hari Sabtu, 26 April 2025.
Dari Limbah Jadi Peluang
Afzal menyebut bahwa proyek "Oil Chemy" bermula dari kekhawatirannya tentang meningkatnya jumlah sampah minyak goreng di perkotaan, terlebih lagi di Jakarta. Dia menambahkan bahwa sejauh ini tidak ada mekanisme yang membantu publik dalam mendaur ulang minyak sisa dengan cara yang terorganisir serta bertahan lama.
Prototipe yang ia dan tim rancang tak hanya menjadi alat penampung, tetapi juga terintegrasi dengan teknologi sederhana seperti QR Code yang dapat menampilkan poin bagi pengguna. Konsep ini dirancang dalam format Business Model Canvas, lengkap dengan rencana konversi minyak menjadi sabun dan pengharum ruangan ramah lingkungan.
Tantangan Tim Multigenerasi
Menariknya, dalam tim beranggotakan lima orang tersebut, Afzal harus berkolaborasi dengan siswa SMA yang belum akrab dengan konsep SDGs. Alih-alih menjadi kendala, kondisi ini ia jadikan tantangan edukatif. “Saya harus belajar menjelaskan ulang konsep yang selama ini biasa saya pakai di kampus. Ini bukan cuma lomba, tapi proses pembelajaran dua arah,” katanya.
Dia merasa telah memperoleh banyak pengetahuan tentang berkomunikasi antar generasi serta cara mensimplifikasi gagasan yang rumit sehingga dapat dimengerti oleh berbagai kelompok umur.
Bukan saja memboyong penghargaan, Afzal juga sukses mencapai posisi di antara sepuluh besar Delegasi Pendanaan Khusus Tersier, yang menjadi bukti globalisasi ide-idenya. Bagi seorang pelajar yang baru pertam kalinya terlibat dalam sebuah kompetisi berskala dunia, Afzal sangat mementingkan nilai berani meninggalkan kenyamanan zona aman diri sendiri.
“ Public speaking , koordinasi, dan pembuatan presentasi, semuanya saya pelajari dengan cara sendiri on the spot Pengalaman ini bukan tentang kemenangan, tetapi tentang membangun diri untuk menghadapi tantangan global," katanya.
Komentar
Posting Komentar