
, Jakarta - Mengumpulkan data dari situs web resmi Universitas Bakrie , v adalah representasi tentang status atmosfer dalam area tertentu yang dipengaruhi oleh sejumlah variabel fisika, kimia, dan biologi. Variabel tersebut meliputi adanya butiran halus seperti PM2.5 dan PM10, serta zat-zat tercemar seperti ozon (O3), nitrogen dioksida (NO2), sulfur dioksida (SO2), dan karbon monoksida (CO). Penyebab kontaminasi udara dapat datang baik dari alam ataupun hasil aktivitas manusia, misalnya transportasi, pabrik, atau penggunaan bahan bakar fosil.
Pengawasan mutu udara dicapai melalui pengecekan kadar zat pencemar dalam atmosfir. Data hasil pemeriksaaan tersebut dipakai untuk memastikan status kontaminasi, berkisar antara "sangat baik" sampai "mematikan," berdasarkan patokan institusi lingkungan lokal maupun nasional. Skema ini bertujuan untuk menyampaikan detail tentang keadaan udara yang dinikmati publik sehari-hari.
Kondisi udara yang tidak baik bisa menyebabkan banyak masalah kesehatan untuk orang, misalnya iritasi saluran pernafasan atau sakit jantung, serta membuat kemungkinan kematian menjadi lebih tinggi. Di samping itu, pencemaran udara juga memiliki efek merugikan terhadap alam sekitar; hal ini mencakup kerusakan tumbuhan, pengurangan visibilitas, dan mendorong percepatan pemanasan global.
Air Quality Index Indeks Kualitas Udara (AQI)
Menurut American Lung Association , Indeks Kualitas Udara (AQI) adalah suatu sistem yang dirancang untuk menginformasikan publik saat tingkat pencemaran udara mendekati atau telah mencapai ambang batas bahaya.
Dengan menggunakan Indeks Kualitas Udara (AQI), kita dapat memantau tingkat ozone (yang sering kali terlihat sebagai kabut asap) dan partikulat halus yang bermula dari beragam sumber seperti asap, gas buangan mobil, stasiun penghasil tenaga listrik, serta operasional pabrik. Data tentang angka AQI ini diumumkan secara berkala lewat saluran informasi termasuk koran, siaran radio, acara TV, dan laman website sepanjang tahunnya.
Kategori Indeks Mutu Udara (IMU)
- Baik (0-50): Kualitas udara baik, tanpa ancaman.
- Sedang (51-100): Secara umum aman, namun orang dengan kepekaan tinggi disarankan untuk mengurangi kegiatan di luar ruangan yang intens.
- Tidak Sehat bagi Kelompok Sensitif (101–150): Anak-anak, lansia, dan penderita penyakit pernapasan sebaiknya mengurangi aktivitas di luar.
- Tidak Sehat (151–200): Semua orang bisa terdampak; kelompok rentan sebaiknya menghindari aktivitas luar ruangan.
- Buruk Sekali (201-300): Bahaya untuk semua orang; disarankan agar kegiatan di luar ruangan dikurangi secara keseluruhan.
- Berisiko Tinggi (301-500): Setiap individu sebaiknya mengurangi kegiatan berolahraga di area terbuka.
Faktor-faktor yang Memicu Kualitas Udara Tidak Sehat Polusi Udara )
Mengutip dari situs AQI Berikut adalah sejumlah faktor yang menyebabkan kualitas udara menurun:
- Pembakaran bahan bahan fosil
- Emisi Industri
- Pencemaran Udara di Dalam Rumah. Pencemaran ini bisa dipicu oleh adanya Senyawa Organik Volatil (VOC), sirkulasi udara yang tak mencukupi, ketidaktepatan temperatur, dan kadar humidity yang salah.
- Kebakaran Hutan
- Proses Pembusukan Mikroba
- Transportasi bermotor
- Pembakaran sampah terbuka
- Konstruksi dan Pembongkaran
- Aktivitas di bidang pertanian. Berdasarkan data FAO (Food and Agriculture Organization atau Organisasi Pangan dan Pertanian), dinyatakan bahwa sekitar 40% gas rumah kaca berasal dari industri peternakan, 16% lainnya disebabkan oleh penggunaan pupuk buatan, 17% akibat pembakaran biomassa, serta 8% sisanya dipengaruhi oleh sampah hasil pertanian.
- Pemanfaatan bahan-bahan kimia serta sintetis
Pengaruh Mutu Udara Yang Tidak Sehat
Dikutip dari laman NRDC , pencemaran udara pada saat ini menduduki peringkat empat sebagai penyebab utama risiko kematian prematur di seluruh dunia berdasarkan sebuah laporannya. Laporan Status Udara Dunia Tahun 2020 Yang berisikan penelitian ilmiah terkini tentang status pencemaran udara di seluruh dunia mencatatkan angka 4,5 juta kematian pada tahun 2019 disebabkan oleh paparan polusi udara eksternal. Di samping itu, polusi udara interior juga memberi kontribusi kurang lebih 2,2 juta kasus kematian pada periode waktu tersebut. Bangsa-banga dengan populasi paling besar seperti China dan India tetap menderita dampak kesehatan serius karena situasi lingkungan atmosfer yang tidak baik.
Walau ada kemajuan dalam mengurangi tingkat kematian dunia disebabkan oleh pencemaran udara, laporan ini pun turut memberi peringatan penting bahwa ancaman perubahan iklim bisa makin memperparah persoalan polusi udara dengan signifikan," ungkap Vijay Limaye, seorang ahli utama dari Kantor Ilmiah NRDC. Misalkan kabut asap atau smog, yang semakin pekat dikarenakan pemanasan suhu; kondisi tersebut bertambah buruk saat cuaca lebih hangat serta adanya paparan sinar UV yang lebih besar.
Sebaliknya, perubahan iklim turut mendorong peningkatan emisi polutan udara yang bisa menyebabkan alergi. "Kekeringan serta situasi lingkar panas akibat perubahan cuaca ini pun mengakibatkan terjadinya kebakaran hutan yang sangat merugikan," jelas Limaye. "Udara hasil pembakaran hutan tersebut bisa bertahan beberapa hari dan mencemarkan atmosfer dengan butiran debu sampai ribuan kilometer di luar titik api."
Pengaruh negatif kualitas udara yang merugikan bagi tubuh manusia bisa bervariasi, bergantung pada tipe pencemarnya, lama waktu serta tingkat keparahan paparan tersebut, ditambah beberapa hal lain seperti status kesehatan masing-masing orang beserta dampak bersamasam dari beragam zat pencemar atau penyebab masalah lainnya.
Komentar
Posting Komentar