Status Geopark Toba Kritis: Penebangan liar Meluas di Samosir, KPH 13 Dituding Acuhkan Tanggung Jawab
, SAMOSIR - Dalam situasi ancaman pencabutan status UNESCO Global Geopark (UGG) bagi Danau Toba, ternyata ada kejadian mengejutkan di pusat area yang semestinya mendapat perlindungan. Deforestasi masih berlangsung dengan intensif di dalam Kawasan Hutan Lindung Pulau Samosir.
Observasi cuaca menggunakan kamera drone pada hari Jumat (30/5/2025) mengungkapkan dengan jelas adanya kegiatan penebangan liar di daerah pegunungan Pulau Samosir, secara spesifik terjadi di area Kelompok Tani Hutan (KTH) Dosroha, Dusun Simbolon Purba, Distrik Palipi, Kabupaten Samosir.
Disebutkan dengan pasti bahwa kegiatan tersebut kemungkinan besar terjadi di area hutan lindung sekitar 469 hektare yang dikendalikan oleh KTH Dosroha dalam program Hutan Kemasyarakat (HKM). Persetujuan untuk hal ini sudah didapatkan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan operasi dilakukan pada kawasan kerja KPH 13 Dolok Sanggul.
Di sisi lain dari otorisasi yang diklaim sebagai peningkatan kesejahteraan masyarakat, keadaan aktual menunjukkan gambaran serupa tentang pelelangan paksa dengan embel-embel legitimasi hukum.
Menurut sumber terpercaya, kegiatan penebangan di lokasi tersebut bukan hanya sporadis, melainkan berlangsung secara masif dan sistematis. Hutan yang seharusnya menjadi benteng ekologis Danau Toba kini malah terancam gundul.
Kondisi saat ini makin membesarkan ketakutannya yang sudah dikemukakan oleh Komisi VII DPR RI. Sebelumnya, anggota DPR, Bane Raja Manalu, telah mengingatkan tentang bahaya potensi mencabut status Geopark Kaldera Toba dari UNESCO.
Menurut dia, mulai September 2023, UNESCO sudah menerbitkan "surat peringatan" dan memberikan tenggat waktu dua tahun bagi penyesuaian manajemen.
"Bisakah kita menghindari pencopotan status Toba dari UNESCO Global Geopark? Jika tidak, akan menyesal," kata Bane seperti dilaporkan Antara pada hari Rabu (14/5/2025).
Tetapi peringatan tersebut tampaknya tidak lebih dari sekadar suara yang menggema tanpa arti. Alih-alih menerapkan penyempurnaan manajemen dan memperketat pengawasan, keabaian terhadap kerusakan lingkungan malah berlanjut dengan cara yang semakin parah.
Status geopark tidak akan dapat dipertahankan jika hutan yang menopang keberlanjutannya justru ditebangi dengan alasan pemberdayaan.
Kepala UPT KPH XIII Doloksanggul, Esra Sardina Sinaga, ditemui berkaitan dengan ancaman mencabut predikat Danau Toba sebagai anggota UNESCO Global Geopark, seolah-merupakan pemborosan energi. Dia dimintai pendapat tentang cara KPH XIII merespons kondisi di mana deforestasi masih sering terjadi, padahal pihaknya tampak kurang proaktif dalam mengatasinya.
"Tidak mungkin kita menilai alasan sebenarnya di balik potensi pengurangan status Danau Toba sebagai Global Geopark. Ada banyak faktor yang menjadi pertimbangan. Kondisi kerusakan hutan harus dievaluasi dengan komprehensif agar dapat mencapai suatu kesimpulan. Oleh karena itu, kami belum bisa memberikan jawaban spesifik terkait aspek yang Anda tanyakan," jelasnya.
Ketika ditanya apakah KPH XIII merasa bertanggung jawab atas situasi ini, atau justru menilai hal tersebut di luar tanggung jawab lembaga, Sardina menjawab "Kalau ada perbuatan pengrusakan hutan akan kami tindak lanjuti".
(Jun/www.).
Komentar
Posting Komentar